Singa dan Babi

 Pada sebuah padang rumput luas di Afrika, seekor Singa merasa begitu lapar. Rusa yang ia makan empat hari lalu rasanya sudah jauh dariperutnya. Mungkin saja rusa itu telah terolah dan keluar dari tubuhnya setiap pagi.

Kini, ia menjadi begitu lapar. Singa itu bersiap untuk berburu. "Barangkali saja, hewan apa pun itu aku bersedia memakannya. Kelinci, Kuda, atau hanya seekor Banteng aku akan memburunya."

Ia berjalan dengan begitu gagah melintasi padang rumput. Ia berjalan diantara semak-semak, agar ketika ada mangsa ia bisa langsung menyergap. Tanpa perlu berkejar-kejaran.

Benar saja. Ketika ia mengendap diantara semak-semak itu. Seekor Babi tak menyadari kedatangannya. Hanya babi kecil. Singa itu cepat menghabisinya, cepat juga memakannya. Hingga ia merasa masih lapar, bedanya, ia lebih berenergi daripada sebelum. Ia siap jika harus berkejar-kejaran dulu sekarang.

Maka ia berjalan tak lagi dengan mengendap-endap. Tapi ia berjalan tepat di tengah sabana yang hijau itu. Hewan-hewan lain yang memandangnya tentu menjadi takut bukan main. Siapa pun yang tak ingin meregangkan nyawa akan lari jika melihat Singa yang sangat gagah itu.

Hingga, entah mengapa, babi dewasa itu menghadangnya. Saya ulangi, menghadangnya. Berhenti tepat di depan Singa dan memberikannya tatapan begitu marah. Babi itu dengan nguik-nguiknya berkata, "yang kau makan tadi itu anakku! Aku sedang mencarikannya makan. Mengapa ketika aku kembali ternyata anakku yang kau makan?!"

"Hahaha!" Singa itu tertawa. Sebab, mengapa Babi dewasa itu begitu nekar. Bukankah bisa saja Babi dewasa itu menjadi menu santapan selanjutnya. "Aku tak keberatan untuk makan dua babi hari ini!"

Babi dewasa yang sedang marah dan geram itu sadar. Bahwa yang ia hadapi adalah raja hutan. Benar kata Singa, ia bisa saja menjadi santapan menu kedua.

Babi itu lari. Membelakangi Singa yang tadi ia hadang. Singa ikut terperenjat, dan ia lari mengikutinya. Pelarian sengit itu terjadi, Babi yang merasa nyawanya terancam lari lebih cepat daripada yang pernah ia lakukan semasa hidupnya. Sementara Singa yang telah memperoleh kekuatan dari makanannya, juga lari lebih cepat daripada ketika ia sangat lapar tadi.

Mereka lari begitu jauh, tanpa lelah. Tak ada lelah untuk mengusahakan tetap hidup bagi Babi, tak ada lelah untuk mengusahakan hidup dengan mencari makan bagi Singa.

Tanpa mereka sadari, mereka telah berlari sebanyak kiloan meter. Bukan menyerah, tapi kaki-kaki Babi itu seperti tidak bisa lagi berlari. Singa juga sudah enggan mengejernya, tapi kembali semangat ketika menyadari bahwa babi yang diburunya semakin dekat.

Singa itu siap melompat ketika kedua kaki depannya yang terbuka dan mengerti bahwa cakarnya akan menembus tubuh Babi yang akan membuat Babi itu tidak bisa lolos dari dekapannya. Ternyata salah.

Bersamaan ketika Singa itu melompat, Babi itu terperosok pada sebuah sumur yang sangat lebar. Babi itu tak menyadari adanya sumur, meskipun ia seringkali melewatinya dan berhati-hati ketika sedang melewatinya. Tapi urusan nyawanya yang terancam bukanlah hal yang mudah. Ia lupa, itu yang menyebabkannya terperosok masuk ke dalam sumur. Diikuti oleh Singa yang juga dengan penuh ambisi ingin menerkammnya.

Byur!

Babi dan Singa, bersamaan mereka terjerembap ke dalam sumur.

Singa yang tak menyangka bahwa bukan Babi yang ia terkam. Melainkan ia masuk ke dalam sumur mulai panik. Ia berenang-renang. Namun tak ada tepi sumur yang dapat ia gunakan sebagai pijakan.

Babi yang hidupnya merasa terancam karena Singa, lebih-lebih ia juga merasa terancam hidupnya karena masuk ke dalam sumur ini. Ia ingat apa yang dikatakan oleh kawanan babi kepada setiap babi lainnya, "berhati-hatilah jika sedang berada di dekat sumur. Sumur itu selalu dalam, tanpa tepian, dan gelap. Jika sekali saja kita masuk ke dalamnya, hanya tiket masuk saja yang tersedia, tanpa ada tiket untuk keluar!"

Dalam keputusasaannya meraih tepian yang tak ada. Singa itu mengaum bergitu keras.

"Singa, jika kau ingin memakanku. Makan saja aku. Aku tidak akan lari." Babi itu menghampiri Singa dan berenang-renang mendekatinya.

"Aku tak ingin makan. Aku ingin hidup!" Jawab Singa itu masih dengan begitu garang.

"Begitu juga aku." Begitu Babi itu tetap berenang memutari tubuh sang Singa. Jika saja situasi seperti ini ada pada padang rumput, tentu Babi itu tak akan dibiarkan mengitari tubuh Singa dengan selamat.

"Naiklah ke tubuhku. Barangkali kita bisa keluar." Babi mengitari tubuh Singa saja sudah tampak aneh. Kini Singa meminta Babi untuk menaiki tubuhnya? Sungguh, dunia dalam sumur memang berbeda.

Babi itu menaiki tubuh Singa. Yang tak diukur oleh Singa adalah, bagaimana pun babi ada berada di atas tubuhnya. Tapi kedalaman sumur itu ia tak pernah mengetahuinya. Babi itu tahu, ini perjuangan sia-sia, sumur ini sangat dalam. Tapi karena ia masih mempunyai rasa takut kepada Singa, tak ada yang bisa dilakukan selain menuruti apa kata Singa.

"Kita tak akan bisa keluar. Pilihanku hanya dua, membiarkan tubuhku mati menjadi santapanmu atau masuk ke dalam sumur ini dan mati bersamamu. Sungguh, aku tak ingin masuk ke dalam sumur ini tadi. Aku lupa bahwa ada sumur di sini. Kita akan mati bersama di sini." Babi itu mengeluh.

"Begitu juga aku. Aku memburumu memang karena kau lah makananku. Aku bisa saja tidak memburumu, tapi aku akan mati dengan penuh kelaparan. Sudah semestinya kan, hidup harus diperjuangkan. Maka inilah usahaku untuk memperjuangkan hidup. Aku tidak pernah tahu ada sumur di sini." Jawab Singa.

"Lalu bagaimana kita?" Tanya Babi, padahal ia juga yakin Singa tak memiliki jawaban dari perntanyaannya.

"Bagaimana takdir akan menentukan kita yang memperjuangkan dan mengusahakan hidup kita." Disaat-saat keputusasaannya, Singa masih mencoba menjadi raja hutan yang bijak.

Malam tiba, Singa dan Babi itu tubuhnya masih tetap basah. Mereka tidak akan bisa keluar dari sumur.


Ketika pagi tiba. Kambing selalu mencari makan rumput disekitaran sumur. Salah satu Kambing dari kawanan itu selalu menengok ke dalam sumur yang dalam. Entah untuk apa, tapi Kambing itu selalu melakukannya.

Di bibir sumur, Kambing itu menundukan kepalanya pada sumur yang gelap.

Kambing itu mengembik, "Hallo!"

Seperti biasa, setiap Kambing itu melakukannya. Sumur yang dalam dan gelap itu tak memiliki jawaban selain suara, "hallo!" pantulan dari suaranya sendiri.

Begitu yang dapat di dengar oleh sang Kambing.

Komentar

Postingan Populer