Serial Kampret: Hewan Peliharaan

 Kampret yang usianya hampir menuju remaja, atau usia tua untuk anak-anak. Agar lebih mudah, usia Kampret baru saja menginjak umur sebelas tahun.

Hal yang panggil ditunggu oleh Kampret di ulang tahunnya yang ke sebelas ini adalah janji orang tuanya. Ia masih ingat, ketika ia masih delapan tahun dan ia diajak pergi ke kebun binatang. Ia jadi ingin mempunyai hewan peliharaan.

Waktu itu Kampret melihat gajah, jerapah, harimau, singa, kuda, rusa, dan hewan lain-lainnya.

"Papa, aku boleh punya peliharaan?" Katanya tiba-tiba, tangannya menggandeng Papa dan Mamanya.

"Tanya Mama." Jawab Papanya.

Kampret melihat ke arah Mamanya dan menanti jawaban. "Boleh, tanya Papa, pasti ada syaratnya." Mamanya melempar kembali itu kepada Papa. Mereka bertiga terus berjalan, dan Kampret yang ada di tengahnya seperti bola pimpong, bergantian menoleh dari Papa dan Mamanya.

"Boleh, nanti, kalau kamu sudah besar."

"Asyik, kalau sudah umur sepuluh tahun, aku sudah besar kan ya, Papa?

"Belum."

"Terus?"

"Umur sebelas tahun. Kamu baru boleh punya peliharaan. Tapi ingat, kamu harus tanggung jawab sama binatang yang kamu pelihara!" Jawab Papanya, selisih satu tahun saja. Tapi itu penting. Satu tahun bukan waktu yang sebentar.

"Aku pengen pelihara kudanil, Pa, Ma."


Kini, saat usianya sudah sebelas tahun. Ia menjadi sadar, Kampret sudah bisa memilah mana hewan yang bisa dipelihara dan tidak. Bukan lagi kudanil yang ia inginkan, ia tahu kudanil tidak mungkin muat di rumahnya. Perlu kandang yang besar karena ukuran kudanil sangat besar.

"Mungkin, kalau rumahku luas. Aku bisa pelihara kudanil. Mungkin. Tapi sekarang tidak." Begitu gerutu dalam hati Kampret.

Pasalnya, sampai saat ini, Kampret bingung menentukan binatang apa yang akan ia pelihara.

Kampret keluar rumah dan mulai memperhatikan binatang apa saja yang ada di dekatnya. Beberapa kucing tampak begitu menggemaskan untuk dipelihara, anjing juga seperti mudah dijadikan kawan dan dilatih, ada kelinci milik tetangganya yang sangat lucu. Kampret jadi semakin bingung untuk memilih.

Ia terus melamun di teras rumahnya. Melihat seekor kupu-kupu yang terbang. Belum ada yang memelihara kupu-kupu. Ia jadi ingin memeliharanya.

Maka Kampret menangkap kupu-kupu itu dan memasukkannya ke dalam toples. Ia menunjukkan itu kepada Papanya.

"Papa. Aku mau pelihara kupu-kupu!" Kata Kampret sambil mengangkat toples berisi kupu-kupu.

"Jangan kupu-kupu, Nak." Kata Papanya. Sontak itu mengecewakan bagi Kampret. "Biarkan dia terbang bebas."

"Kenapa, Papa?"

"Karena kamu akan kesulitan untuk mencari makanannya. Makanan kupu-kupu itu bunga. Kamu tidak akan bisa mencari bunga setiap hari, bunga yang masih segar dan menancap pada pohonnya."

Kampret, umur sebelas tahun, sudah bisa berpikir matang, mengiyakan itu.

"Kamu juga tidak tahu masa hidupnya yang singkat. Jika kamu memberi makan kupu-kupu sehari tiga kali sama sepertimu. Masa hidup kupu-kupu biasanya hanya seminggu. Tiga dikali tujuh berapa?"

Kampret menjawab dengan cepat. Ia suka matematika. "duapuluhsatu, Papa."

"Maka kamu hanya memberi makan kupu-kupu sebanyak duapuluhsatu kali selama hidupnya. Tentu kamu makan lebih dari duapuluhsatu kali dalam seluruh hidupmu, kan?"

"Iya, Papa." Maka Kampret tidak lagi kecewa dengan jawaban Papanya.

Kampret adalah seorang perenung. Ia jadi merenung karena kata-kata Papanya. Kupu-kupu tidak sebanyak manusia ketika makan dalam seluruh hidupnya. Tentu, waktunya yang singkat juga tidak selama manusia masa hidupnya.

Jika Kampret telah memasukkan kupu-kupu itu selama dua sampai tiga jam sebelum ia menunjukkan itu kepada Papanya. Maka, dua sampai tiga jam dari seminggu umur kupu-kupu itu telah diambil oleh Kampret. Ia jadi sedih sekaligus menyesali perbuatannya.

"Kalau aku pelihaara ikan, boleh, Pa?"

"Kita tidak punya akuariumnya, Nak."

"Kita beli akuariumnya, Pa."


Satu minggu kemudian ikan koki dan akuarium yang cukup besar sudah ada di teras rumah Kampret. Ikan koki itu berenang melenggak-lenggok menggemaskan. Ia seperti orang yang sangat gendut dan sedang berjoget.

Ikan koki itu tampak sangat senang. Sama seperti ketika Kampret melihatnya di depan akuarium.


"Mengapa kamu memberinya makan sangat banyak, Nak!" Papa Kampret dari teras depan rumah berteriak. Papa melihat akuarium itu kotor karena terlalu banyak makanan ikan di akuarium itu.

Kampret buru-buru keluar dari rumahnya. "Kenapa, Pa?"

"Kalau kamu memberikan ikan koki ini terlalu banyak makanan. Air di akuarium jadi kotor. Kasihan ikan kokinya kalau akuarium kotor dan banyak makanannya yang tidak termakan."

"Aku memberinya tidak terlalu banyak, Pa."

"Ini, buktinya, masih banyak makanan yang tersisa."

"Aku memberinya seperti kata Papa. Tiga butir."

"Ini lebih dari tiga butir, Nak." Papa berusaha tetap menahan kesabarannya pada Kampret.

"Masa hidup ikan koki tidak sama seperti kita, Pa. Ikan koki makan tiga butir setiap kali ia makan. Aku, makan satu piring setiap kali makan. Aku makan tiga kali sehari, umur rata-rata manusia bisa sampai tujuhpuluh tahun. Beratus-ratus kali aku makan, bahkan mungkin ribuan. Aku tidak ingin ikan koki-ku kekurangan makanan. Ia harus makan beratus-ratus kali atau mungkin ribuan kali, sama sepertiku."

Panjang Kampret menjelaskan dan Papa menyimaknya teliti. Kata demi kata yang diucapkan Kampret. Hal itu membuat Papa paham apa yang dikatakan oleh Kampret.

"Kadang, pada kondisi tertentu tidak baik memanusiakan binatang." Begitu kata Papa.

Kampret tidak mengerti maksudnya. Ia memang sudah sebelas tahun, tapi belum sampai otaknya untuk memahami perkataan itu. Tapi, ia bukan anak yang hanya diam. Maka dengan celetukannya, ia menjawab Papanya, "apalagi membinatangkan manusia, kan, Pa?"



Malang, 19 April 2025

Komentar

Postingan Populer