Dari Setiap Namamu
Hiduplah seorang pencerita pada suatu malam, Budiman. Ia seorang laki-laki yang menjadikan sebagian dari kehidupannya adalah sebuah perenungan. Karena ia percaya dari perenungan tersebut, dunia baru tercipta. Dunia yang tidak pernah terpikirkan oleh orang-orang yang sibuk.
"Orang-orang itu terlalu sibuk merencanakan dan memikirkan dunia yang serba tidak pasti, padahal seharusnya ia merenung. Karena dengan merenung, dunia dapat dipikirkan dengan jelas." Pedoman yang selalu dipegang oleh Budiman, saat melihat orang-orang yang terlalu sibuk mendiskusikan tentang dunia tanpa sepeser pun perenungan.
Berseberang dari pemikiran dunia yang rupanya terlalu memberatkan. Budiman duduk menatap layar laptopnya yang hanya bergambar kertas putih. Belum ada satu huruf yang dapat ia ketik. "Mungkin kurang perenungan," pikirnya.
Ia kembali hidup menjelajahi dunia perenungannya.
Perenungannya terbang menuju satu perempuan yang sangat ia kasih. Perempuan yang menjadi topik utama dari setiap pintu masuk dunia perenungannya. Budiman baru mengenalnya, tapi Budiman sangat mengaguminya.
Budiman mencoba menuliskan nama perempuan itu ke dalam ketikan layar laptopnya. Tapi ia tidak bisa. Ia merasa kesulitan setiap mengetikan namanya. Bingung Budiman harus memulai dari mana. Berikut isi dunia ketikan Budiman yang dapat dilihat dalam laptopnya:
Bagaimana aku bisa menuangkanmu dalam setiap tulisanku? Menulis namamu saja aku tidak akan mampu. Kamu perempuan terindah yang pernah aku temu. Dengan bibir tipis, belah dagu, mata hitam bulat indah, dan yang lainnya. Aku tak bisa menjelaskan itu, kamu cantik, sangat cantik. Bagaimana aku bisa menuangkan segalanya kalau menulis namamu saja, aku tidak mampu.
Budiman merenung kembali. Masuk ke dalam dunia kata-kata setelah puluhan kata di atas ia tulis. Ia membuka pintu perenungannya dan mendapati perempuan yang sangat ia kagumi itu duduk di kursi makan. Di atas meja ada beberapa buah dan makanan-makanan yang tampak melezatkan.
Sebenarnya Budiman kebingungan dengan arah perenungannya. Ini menuju kemana? Ini tentang apa? tentangnya tampak seperti Surga. Semuanya. Semua yang sedang ada dalam dunia perenungannya seperti Surga. Tapi sekali lagi, ia hanya baru mengenal sebatas nama perempuan yang cantik itu. Ia belum pernah memanggilnya secara langsung, yang berarti ia belum pernah mengucapkan nama perempuan itu dengan suaranya.
Dengan segelintir keberanian, ia mendekati perempuan itu, dan duduk di depannya. Perempuan itu melemparkan senyum yang akan kita yakini Budiman tidak akan pernah melupakannya. Senyuman pertama dari orang yang ia kagumi. Senyuman pertama dari orang yang tidak sanggup ia lafalkan namanya.
Mereka berdua berkenalan. Menggenggam halus tangan perempuan itu Budiman mengucapkan namanya, "Budiman." Nama perempuan itu muncul tapi dari bibir perempuan itu sendiri. Budiman hanya bisa mendengarnya. Budiman merasa kaku ketika hendak memanggil namanya.
Pembaca yang menyimak cerita ini sekalian. Tentunya saya sebagai penulis dan Anda sebagai pendengar, kita bukanlah Budiman. Kita tidak mengenal perempuan itu, maka dikarenakan alasan tersebut kita lebih penasaran daripada Budiman sendiri. Budiman memang baru mengenalnya dan mendengar namanya. Tapi kita belum tahu siapa perempuan itu, yang dikagumi Budiman.
Dunia perenungan Budiman menjadi dunia khayalan tinggi. Dalam dunia itu Budiman sedang asyik memakan buah anggur bersama dengan perempuan itu. Ia berbagi cerita, perempuan itu menyimak dengan tersenyum. Sesekali mereka bertukar peran. Perempuan itu bercerita, Budiman menyimak dengan jatuh cinta. Ini adalah perenungan yang ada pada garis khayalan. Tapi lupakanlah semua itu, Budiman sedang bahagia dengan khayalannya kali ini, yang kita anggap saja perenungannya.
Diantara garis perenungan dan khayalan ini. Budiman sadar, jika ia meneruskan hal itu dapat menjadi gila. Halusinasi berlebihan jika hal itu tidak dapat dikontrol olehnya. Dalam dunia kenyataannya, Budiman masih duduk di depan laptopnya.
Jemarinya mengetuk pelan pada bagian meja, karena tetap saja ia tidak bisa menuliskan nama perempuan itu. Meskipun dalam dunia perenungan dan khayalannya, ia sudah mendengar namanya. Tetap saja ia tidak mampu menuliskan namanya. Terjebak Budiman dalam menganggumi sang perempuan.
Jelas, ia tidak ingin hanya merenung tanpa apa-apa. Akan tampak tak berguna.
Kemudian, ia mencoba menaruh kembali jari-jemari di atas laptopnya. Ia mengetik:
Namamu sungguh indah selaras dengan kecantikanmu. Tapi aku tidak mampu menuliskan namamu, membagikan namamu kepada yang lain. Aku juga tidak mampu menuliskan namamu dengan mengganti nama yang lainnya.
Bisa saja aku umpamakan namamu Bunga, Melati, atau Mawar. Tapi aku tak mau. Namamu sendiri yang tak mampu aku tuliskan itu sangat indah. Biar saja begitu. Karena bagiku, dari setiap namamu ada nama orang yang mengagumimu.
November-Desember, 2021
Semoga kita segera bertemu.
Komentar
Posting Komentar