Apakah AI Bisa Menjadi Teman Kita?
Kecerdasaran non manusia terus berkembang dan dikembangkan. Beberapa pembaruan dan pengoptimalan kecerdasaran buatan terus digempur.
Apakah kita sebagai manusia dapat memanfaatkan kecerdesaran buatan itu menjadi teman?
Kecerdasaran buatan tidak memiliki perasaan. Membuat konklusi mutlak di awal, bahwa ia tidak bisa dijadikan teman. Sedapat mungkin pembaruan dilakukan, saya rasa AI dan kata-katanya yang mungkin bisa menghibur dan menemani orang yang lagi sendirian, tidak akan mungkin menggantikan manusia.
Pembeda yang sangat kuat, AI tidak mungkin membuat puisi seindah buatan manusia.
Saya menjadikan AI sebagai alat untuk menyusun ide yang sudah ada di otak saya menjadi lebih terperinci. Bukan sebagai teman.
Salah satunya adalah, beberapa kali saya menggunakan AI, "berikan saya pertanyaan runtut tentang hobi saya membaca buku!" Lalu dengan cepat AI mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang menarik. Seperti: Siapa penulis favorit saya; Apa genre yang saya suka; Buku favorit saya; Karakter buku favorit saya; Sampai lainnya yang mendetail.
Saya tidak menjawabnya langsung di kolom ChatGPT. Sekali lagi, saya menggunakan AI sebagai alat, bukan sebagai teman. Saya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu menjadikan judul dalam beberapa postingan blog pribadi ini.
Saya lebih suka membagikannya di blog pribadi. Hal yang sangat saya sukai adalah ketika teman, saudara, atau orang di sekitar saya mengatakan, "aku baca blogmu." Saya sangat senang ketika mereka mengatakan itu.
Perasaan itu tidak dapat digantikan oleh AI. Perasaan ketika saya bercerita kepada orang lain dan didengarkan. Perasaan orang lain ketika mereka bercerita dan kita menjadi pendengar dari pengalamannya. Bertukar perasaan sesama manusia, tidak akan digantikan dengan AI. Jadi, sangat tidak mungkin menikahi AI.
Bayangkan saja emosi suami/istrimu yang begitu-begitu saja. Jika saja ada orang yang menikahi AI mungkin dua atau tiga jam setelah menikah, berbincang, dan menjelajahi pikiran AI, ia akan merasa bosan dan menceraikannya. Karena saya pernah merasa bosan dengan AI.
Tunggu, saya merasa bosan bukan karena saya sudah menikah dan menceraikan AI.
Sebuah game yang mengahruskan bermain dengan banyak orang dan saya iseng mencobanya dengan AI, Dungeons and Dragons. Saya mencoba memainkannya dengan AI sebagai game masternya, menemukan jalan buntu.
Pertama, AI meminta saya untuk menjelaskan dunia yang saya inginkan. Oke, saya akan menjelaskannya dan memasuki dunia saya seperti yang saya jelaskan. Saya pikir dengan segala penjelasan saya itu dia (AI) akan menangkapnya dan menjabarkannya. Ternyata saya salah.
Setiap kali cerita mulai maju, AI menanyakan lagi kepada saya. Karena saya merasa dunianya akan begini-begini saja, saya meminta AI meluaskan dunianya. Hasilnya? Beberapa kali dunia Dungeons and Dragons yang saya mainkan dengan AI menjadi sangat ruwet, membosankan. Kreativias baru yang muncul dari kepala manusia yang bermain DnD jelas tidak bisa digantikan dengan AI.
Jadi, apakah AI bisa menjadi teman kita?
Dalam beberapa sisi AI membantu kita!
Manusia dapat menggunakan emosinya untuk bertindak jahat. Tapi kecerdasan buatan dapat membantu manusia untuk mengamankan diri
Perang merupakan suatu tindakan yang sangat buruk. Perang akan merenggut jiwa-jiwa manusia. Namun, dengan AI sebagai drone perang, kejahatan itu memungkinkan untuk diminimalisir. Kita membicarakan perang, bukan keisengan manusia. Jangan seret ini ke kehidupan yang baik-baik saja.
Beberapa banyak penjarahan, kekerasan seksual, dan kejahatan lainnya yang terjadi ketika perang dilakukan oleh manusia. Drone perang tidak mungkin melakukan itu. Drona akan menjalankan perintah sesuai manusia yang memerintahkannya, lalu selesai. Tidak ada kejahatan tambahan darinya.
Terlalu mengerikan membawa kita pada pembahasan perang.
Contoh kecil yang ada di rumah adalah CCTV. CCTV memungkinkan kita meningkatkan keamanan terhadap kejahatan manusia. Manusia pada zaman sekarang akan memikirkan berkali-kali sebelum melakukan aksi kejahatan. Karena CCTV tersebar dimana-mana dan dapat dijadikan bukti terhadap kejahatan yang dilakukan. Mata keamanan dari kecerdasaan buatan ada dimana-mana.
Hal itu menjadikan AI bisa menjadi teman kita?
Saya rasa tidak.
Kita hanya akan menjadikan AI sebatas alat, bukan teman kita. Memang seharusnya begitu. Karena menaruh perasaan terhadap AI tidak memberikanmu apa-apa, kan?
Saya tidak akan tahu kekonyolan yang bisa saja terjadi suatu saat nanti, jika seseorang menikahi AI.
Komentar
Posting Komentar