Serial Kampret: Bos yang Keras Kepala

 Kampret bekerja menjadi buruh di pabrik tambang pasir milik seorang yang kaya raya. Pengalaman Kampret menjadi buruh tak perlu dipertanyakan lagi. Sudah belasan tahun ia menjadi buruh.

"Kerjamu bagus. Aku suka pada cara kerjamu." Begitu kata bos pada Kampret.

Kampret memang orang yang tekun. Ia juga rajin. Kampret selalu menjadi orang yang pertama kali datang di tambang pasir. Pada saat buruh lain cepat pulang, Kampret selalu paling akhir untuk membereskan alat-alat yang telah ia pakai.

Hal ulet, tekun, dan rajin itulah yang menjadikan Kampret orang yang disukai bosnya.

Suatu ketika bos memanggilnya ke ruangan. "Sebenarnya aku ingin memberikanmu sesuatu yang lebih daripada hanya menjadi seorang buruh. Tapi aku tidak tahu apa."

"Kau tak perlu memberikanku apa-apa. Sebab memang ini pekerjaanku, sudah semestinya aku melakukan ini." Jawab Kampret.

Suatu hari, Kampret terpaksa harus mengatakan pada bosnya ia membutuhkan uang tambahan untuk biaya berobat ibunya. Bosnya yang dengan lurus memberikannya tambahan uang.

Kampret menjadi gemerlap matanya karena itu. Ia mempunyai ide. Ia mengusulkan pada bosnya, mungkin aku bisa menjadi pemimpin untuk para buruh yang berkerja di perusahaan tambangmu.

"Ya. ya. Tentu, kau bisa menjadi pemimpin para buruh."

Pada saat itulah Kampret diangkat menjadi pemimpin para buruh. Ia yang mengawasi segala hal tentang buruh. Bagaimana buruh bekerja, juga bagaimana buruh mengeluhkan pekerjaannya.

"Pret. Aku butuh alat penggali pasir yang lebih baru lagi. Ini sudah usang dan tidak bisa dipaksakan lagi." Begitu keluh seorang buruh padanya.

Kampret menimang apa yang harus dilakukannya. Ia tahu bahwa ia tak bisa menyampaikan ini pada bosnya secara langsung. Ada hal-hal yang diluar batasan Kampret dan bos memiliki kekeraskepalaannya sendiri. Memperbarui alat salah satunya.

"Kamu sudah melewati batas, Pret!" Dengan nada tinggi bos meneriakinya.

"Tapi, bos, kami sungguh membutuhkan alat baru agar kerja kami lebih optimal. Juga, alat yang lama bisa mencelakai kami." Kampret memohon.

"Tidak. Tidak bisa seperti itu. Keluar dari ruanganku sekarang!"

Entah kusak-kusuk dari mana datangnya. Hal itu menjadikan bos semakin hari, semakin membencinya. Hingga suatu saat jabatan klise pemimpin buruh itu dicopot dari Kampret.

"Menjadikanmu pemimpin buruh hanya membuatmu berani melawanku. Kamu berhenti menjadi pemimpin buruh!" Kata bosnya itu.

"Sebab bos hanya mengangkatku menjadi pemimpin buruh. Menjadikan pekerjaanku lebih banyak lagi. Tapi tak pernah menaikan gajiku. Aku kira menjabat lebih tinggi, gajiku ikut naik." Jawab Kampret yang sudah tak tahan lagi memendam perasaannya.

Bos tidak mau mengalah, "itu salah satunya. Kamu berani melawanku!"

Kampret juga tidak mau mengalah, "kau membuatku mengerjakan pekerjaan dua orang sementara gajiku untuk satu orang!"

"Kau masih melawanku." Begitu kata bosnya.

"Aku tidak melawanmu. Aku memberikanmu fakta."

"Begitu berani kau mendebatku sekarang!" Bos mulai memuncak emosinya.

"Aku meminta hakku sebagai buruh dan pemimpin buruh. Pekerjaan dua orang yang hanya kau gaji satu orang."

"Baik. Aku akan memberikan gaji untuk jabatanmu sebagai pemimpin buruh dan menjadi buruh. Sekaligus itulah gaji terakhirmu!"

Kampret menyadari dirinya dipecat. Sama sekali tak menyesali itu.


Pada suatu hari bos menyadari buruhnya tak ada yang bekerja. Tersisa dua orang saja yang bekerja untuknya.

Bos bertanya pada satu buruh, "kemana para buruh lainnya?"

Maka buruh itu menjawab, "pergi bersama dengan Kampret. Kampret pemimpin mereka. Maka ketika Kampret pergi, mereka juga ikut pergi."

Dari ujung sana, Bos yang malang itu bisa melihat. Berdiri tambang pasir baru dengan banner, "Hidup Bos Kampret!"

Komentar

Postingan Populer