Apakah Segala dari Mitos Harus Kita Buang?

 Setiap kali anak muda jaman sekarang diberi tahu sesuatu yang terkesan kuno, jawabannya selalu: "itu hanya mitos."

Semakin jawaban itu terus digunakan, maka maknanya akan terus semakin bergeser. Pada awalnya mengatakan mitos karena memiliki kekuatan epistemologi, berubah menjadi mitos adalah hal-hal hoax atau omong kosong yang tak masuk akal.

Saya tidak akan menulis contoh dari hal yang fiksi, tapi saya akan menuliskan pengalaman yang memang ada.

Ketika saya masih kecil dan berkunjung ke rumah teman. Teman saya duduk di ambang pintu rumahnya. Lalu ibunya bilang, "jangan duduk di pintu nanti seret jodoh."

Teman saya tidak mendengarkan itu. Apa yang dikatakan ibunya dianggap mitos belaka.

Saya rasa, meskipun itu mitos atau bukan. Seharusnya teman saya berpindah tempat duduk jangan di ambang pintu. Sebab, saya melihat ibunya keluar masuk rumah itu untuk berjualan makanan di samping rumah. Saya rasa, teman saya yang duduk di ambang pintu itu mengganggu jalan ibunya.

Lantas, apakah mitos itu ada?

Tidak. Saya rasa tidak. Tapi harus tetap mematuhi, "jangan duduk di depan pintu." Saya bisa tegas mempertahankan argumen bahwa mitos itu tidak nyata karena teman saya yang duduk di depan pintu itu sekarang sudah menikah. Lebih dulu daripada saya yang kala itu bertamu dan duduk di karpet dalam rumahnya.

Lalu, baru-baru ini saya menemukan penguatannya dari siniar youtube Malaka Project bersama dengan Bagus Muljadi.

Bisa ditonton secara keseluruhan di youtube Malaka Project langsung. Kurang lebih isinya begini:

"Orang jaman dulu percaya bahwa ada hubungan antara Nyai Roro Kidul dengan Penjaga Gunung Merapi. Jika terjadi getaran di pantai selatan Jogja itu, maka tidak lama akan terjadi letusan Gunung Merapi."

Opini saya:

Bukankah karena itu pengetahuan dibentuk?

Sebuah kejadian yang dibuktikan dengan cara ilmiah sehingga kita mendapatkan penjelasannya. Mungkin, orang jaman dulu belum memadai untuk melakukan riset, "bahwa ternyata, oh, jika ada gempa itu bisa memicu gunung meletus karena ada getaran yang memicu tekanan magma ...," dan lain sebagainya yang merupakan penjelasan ilmiah.

Ilmu pengetahuan seperti itu dulu mungkin dianggap mitos. Tapi bukankah itu sebuah pengetahuan?

Mungkin karena dulu belum bertemu kata "magma" atau lain sebagainya untuk menjelaskan akan adanya gunung meletus. Tapi, manusia jaman dulu sudah bisa mengidentifikasi akan adanya gunung meletus dengan narasi yang konkrit.

Jadi, apakah segala dari mitos harus kita buang?

Ada beberapa yang perlu. Salah satunya adalah ketakutan untuk memulai usaha karena percaya santet.

Mungkin, (saya tidak mengetahui secara mendalam mengenai santet) mungkin santet ada. Tapi apa harus percaya santet ketika sedang memulai usaha.

Saya sering mendengar kalimat seperti ini ketika seorang pengusaha sedang merintis bisnisnya dan orang kuno yang diceritai bisnisnya itu mengatakan, "usaha makanan seperti itu harus hati-hati, banyak santetnya."

Mitos-mitos yang menjerat pada ketidakmajuan seperti itulah yang selayaknya kita buang.

Begini, saya akan memberikan penguatan untuk orang-orang yang ragu untuk memulai usahanya hanya karena takut santet.

Semua agama atau kepercayaan, pasti menyarankan setiap umatnya untuk berusaha. Dalam agama saa contohnya, menyarankan secara berurutan agar umatnya: berusaha, berikhtiar, lalu bertawakal.

Jika ingin memulai usaha hanya karena takut santet, bukankah itu sudah mengkhianati urutan itu? Enggan berusaha. Tidakkah kita lebih percaya agama kita daripada mitos yang menjerumuskan pada ketidakmajuan seperti itu?

Maka mitos yang seperti itulah yang harus kita hapuskan. Tidak semuanya.

Masih ada beberapa mitos yang menjelaskan secara ilmiahnya itu sulit, mungkin bisa perlahan, tapi jangan dibuang begitu saja jika itu masih berbau kebaikan.

Komentar

Postingan Populer