Akhirnya Selesai Satu Novel
Saya sering melakukan percakapan dengan diri saya sendiri. Jujur, saya tidak tahu ini (berdialog dengan diri sendiri) normal atau tidak. Tapi saya ingin membagikan dialog itu di sini, tepatnya pasca saya menyelesaikan novel pertama saya.
Untuk saat ini novel itu saya bagikan di platform penulisan, Kwikku. Berikut linknya Penyanyi Miskin yang Terbelenggu oleh Mimpi
Novel saya itu bisa dibaca secara gratis dan cuma-cuma.
Ketika menulis ini, saya sedang beristirahat dalam mengedit naskah itu. Tinggal dua bab lagi editan naskah saya pada novel "Penyanyi Miskin yang Terbelenggu oleh Mimpi" ini.
Hingga terjadilah percakapan pada kepala saya, seperti yang saya sampaikan di atas.
- Apakah kamu senang berhasil menulis novel?
Untuk pertama kali dalam hidup, saya berhasil menulis dan menyelesaikan novel. Saya cukup senang dengan pencapaian ini.
- Apakah kamu puas?
Sama sekali tidak. Saya senang. Tapi saya tidak puas. Mungkin, ini letak yang tepat pada rasa ketidakpuasan itu. Jika saya puas dengan satu novel pertama saya ini. Artinya saya benar-benar kalah. Saya tidak puas dan akan menulis novel lagi.
- Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?
Saya memiliki banyak premis novel yang belum dieksekusi. Saya akan melakukan brainstorm, riset, dan memperluas kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada novel saya ini.
- Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud.
Dari novel pertama yang saya buat. Saya belajar satu hal. Saya kurang kaya dalam kemungkinan. Memang saya sudah berusaha untuk membuat novelnya enak dibaca dan jelas, agar pembaca merasa nyaman. Tapi di balik itu ada yang sedang terjadi.
- Apa itu?
Ketika saya menuliskan sesuai dengan kerangka. Ternyata kerangka saya kurang luas. Contoh, ketika tokoh A bertemu dengan B. Saya hanya membuat dua sampai tiga kemungkinan yang saya rasa masuk akal. Lalu saya memilih salah satunya.
Saya rasa, itu kurang. Saya kurang mempunyai pilihan jika hanya dengan dua atau tiga kemungkinan itu.
Misal, saya mempunyai lima atau lebih kemungkinan. Mungkin tokoh A dan B bertemu di tempat 1, 2, 3, 4, 5 dan apa yang dilakukan pada lima tempat itu sekiranya lebih cocok pada alur cerita. Saya rasa itu akan lebih baik lagi.
- Apa kamu mengatakan bahwa novel pertamamu jelek?
Setiap karya yang lahir, saya merasa bahwa itu adalah anak saya. Saya akan membela anak saya jika kamu mengatakan anak saya jelek.
Saya menyusun novel pertama ini setahun lebih. Setiap hari yang saya gunakan untuk menulisnya adalah mengeluarkan segala kemampuan saya saat ini agar novel ini terlihat baik.
Tidak puas bukan berarti karya pertama saya jelek. Tidak puas, karena dari karya pertama ini saya mendapat banyak pelajaran. Saya membagikannya pada teman-teman semua di sini.
Berkat karya pertama itulah saya menjadi orang yang sekarang menulis tulisan ini.
"Penyanyi Miskin yang Terlebelenggu oleh Mimpi" tetaplah menjadi novel yang layak untuk dibaca. Novel itu adalah jerih payah saya selama satu tahun lebih.
- Jadi, apa yang kamu tawakan dari "Penyanyi Miskin yang Terbelenggu oleh Mimpi"?
Ide itu berangkat dari: selama ini anak selalu merasa mimpinya terhalang oleh orang tua. Sering kita dengar, aku tidak boleh menjadi ini, karena orang tuaku menginginkanku menjadi itu.
Tapi, bagaimana jika orang tua juga memiliki mimpinya sendiri. Sementara itu, anak tanpa sadar menghalangi mimpinya.
Saya rasa hanya itu yang bisa saya bagikan di sini. Jika terlalu banyak, rasanya terlalu narsistik. Saya akan sangat menerima kritik atau saran dari teman-teman yang bersedia membaca novel saya.
Sekali lagi, untuk saat ini. Novel saya bisa dibaca dengan gratis!
Komentar
Posting Komentar