Tetralogi Pulau Buru dalam Mata Saya
"Pada waktu yang tepat, kita bisa memaknai keindahan."
Hanya pada saat malam hari yang terang, kita dapat melihat bintang-bintang. Hanya pada saat setelah hujan, kita dapat melihat pelangi.
Saya sudah memburu buku-buku ini sangat lama. Sejak saya masih kuliah, menabung untuk membeli tetralogi pulau buru. Saat uang saya sudah terkumpul, ternyata tak ada buku-buku itu. Penerbitnya belum mencetak ulang.
Buku-buku bajakan merajalela di pasaran. buku-buku terkutuk!
Saya sempat tak sabar menunggu dan mencari alternatif ebook orisinilnya. Ternyata, sama dengan bukunya, belum diperbarui juga.
Ah, sepertinya saya harus bersabar.
Tibalah waktu "Seabad Pramoedya Ananta Toer" yang dibarengi dengan peluncuran kembali tetralogi pulau buru.
Saya tidak ingin kehilangan momen untuk membeli buku-buku ini. Cepat saya mencheck out buku-buku ini dari jasa e-commerce.
Pada usia saya sekarang, saya baru mendapatkan kesempatan untuk membaca Bumi Manusia. Karya sastra paling indah, magis, bak harta karun dalam dunia sastra.
Teman-teman, saya menaruh ekspetasi yang begitu tinggi pada tetralogi pulau buru. Ya, karena menunggu bertahun-tahun. Saya sangat-sangat senang, karena ekspetasi tinggi yang saya patokkan itu ternyata masih rendah dihadapan buku "Bumi Manusia" yang baru saya baca seratus sekian halaman.
Saya merasa tidak bisa berhenti untuk terus membaca. Candu. Magis Bumi Manusia menarik saya agar tidak jauh-jauh dari buku.
Inilah pengalaman saya memegang dan membaca baru beberapa halaman dari tetralogi pulau buru. Saya tidak heran mengapa buku ini sangat-sangat diidamkan banyak pembaca.
Ah, saya belum membaca habis Bumi Manusia. Nanti kalau saya sudah membacanya, saya akan menceritakannya lagi.
Komentar
Posting Komentar